petuah
Pantang Menyerah!
Berjuang sampai titik darah penghabisan bukan omong kosong semata. Keyakinan dalam dirilah yang akan menguatkan kita mencapai sukses yang sebenarnya.Kata-kata pantang menyerah sepertinya mudah diucapkan. Namun, pada kenyataannya, banyak yang memilih untuk menyerah karena merasa memang sudah berjuang maksimal dan belum memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Padahal, banyak teori sukses telah dibaca, direnungkan, diresapi, dan dipraktikkan. Tak jarang, bahkan jungkir balik menjalankan segala macam usaha dan aneka daya telah dimaksimalkan. Begini sudah, begitu sudah. Lantas, apalagi yang harus dilakukan sehingga kita tidak menyerah kalah?
Mencuplik lagu almarhum Chrisye, “Badai Pasti Berlalu”, maka jawaban dari semua kondisi itu pasti selalu ada jalan. Yang jadi pertanyaan, seberapa sanggup kita bertahan di tengah amukan gelombang ujian yang menerpa usaha kita? Seberapa kuat kita punya tenaga untuk bertahan dalam berbagai ancaman gelombang yang siap meluluhlantakkan usaha yang sudah dibangun susah-payah sebelumnya?
Coba baca, lihat, dan pelajari kisah sukses pengusaha atau usaha yang bisa bertahan sekian lama. Atau, perhatikan kisah hidup pengusaha yang bisa jadi inspirasi. Hampir semua kisah mereka, pasti ada perjuangan berat—bahkan sangat berat—yang dilewati. Kalau pun ada yang sepertinya mulus-mulus saja, lihat lebih jauh lagi ke sejarah hidup di masa lampaunya. Pasti ada beberapa pembelajaran hidup yang jadi bekal mereka hingga meraih sukses luar biasa, setelah mampu melewati badai terganas dalam kehidupannya.
Jadilah yang Terbaik dan Berikan yang Terbaik
Dalam keseharian, sering kita saksikan orang yang ber ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah) dalam berbagai bentuknya. Dalam konteks prestasi kebaikan ia telah lebih dulu dari kita, kita kadang sering menunda-nunda untuk melakukan kebaikan, cara berpikirnya nanti kalau sudah berkeluarga, ia tidak sadar bahwa orang yang berkeluarga tanggung jawab dan bebannya beda dengan yang masih jomblo, nanti saja kalau sudah punya anak satu, ia tidak sadar bahwa orang yang sedang honey moon kondisinya beda dengan yang sudah memiliki anak, nanti saja kalau sudah pensiun, ia tidak sadar bahwa teman-temannya satu angkatan telah banyak yang mendahuluinya ke alam baka dan tidak sempat menikmati pensiun, nanti saja kalau sudah ada motor, ia tidak sadar bahwa dengan adanya motor perjalanannya bisa bertambah jauh hingga tidak sempat untuk mengingat Tuhannya karena merasa motor bisa mengantarkannya kemana-mana, nanti saja kalau sudah punya mobil, ia tidak sadar bahwa kendaraan yang dimilikinya membuatnya tersita waktu untuk mengurus kendaraannya. Itulah kita, kita sering menunda-nunda amal kebaikan hanya karena kita terlalu merasa yakin bahwa besok kita masih akan hidup dan bernafas seperti hari sebelumnya. Padahal, malaikat maut tidak pernah mengetuk pintu dan ber-WA untuk menjemput nyawa kita. Kita terlalu merasa yakin bahwa esok adalah hari kita. Jangankan untuk esok, pembaca setelah menikmati tulisan ini juga tidak tahu apakah kehidupannya masih berlanjut atau tidak?
Jadilah yang terbaik terkandung makna untuk terus berusaha dan belajar memahami arti hidup dan kehidupan. Manusia unggul bukan sekedar dilihat dari berapa harta yang dimilikinya, bukan dari berapa banyak rumah kost dan kavlingan tanahnya tetapi sejauh mana itu bermanfaat bagi sesama.
Sejalan dengan di atas, istilah “berikan yang terbaik” mengandung pemahaman bahwa apa yang terbaik bagi kita itulah yang juga menjadi ukuran bagi orang lain. Inilah yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Kalian sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan sempurna hingga menginfaqkan harta yang kalian paling cintai!”Konsep berbagi ini sangat jelas dalam al-Quran dan Hadits Nabi. Orang yang berinfaq diibaratkan seperti menanam sebutir benih yang kemudian menumbuhkan tujuh tangkai dan dari tiap tangkai menumbuhkan 100 biji (QS. 2: 261) dan seterusnya-dan seterusnya. Demikian juga hadits yang menyebutkan doa malaikat tiap pagi yang mendoakan kebahagiaan bagi orang yang bershadaqah dan mendoakan kepailitan bagi yang pelit. Dalam hubungannya dengan tulisan ini, infaq dan shadaqah yang diberikan tidaklah sekedar pemberian tanpa kualitas. Memberikan yang terbaik harus menjadi prioritasnya. Terbaik dapat dilihat dari segi zatnya, bendanya namun terbaik juga dari segi cara penyampaiannya. Sesuatu yang kurang baik namun dikemas dengan cara yang menarik perhatian akan mendapat simpati siapapun dan demikian juga sebaliknya sesuatu yang baik namun diberikan dengan dipertontonkan cara yang kurang elok maka akan lain penerimaannya.
Jadilah yang terbaik mengajak kita untuk memperbaiki pemahaman diri kita masing-masing sehingga dari jiwa yang baik, kesan yang baik akan melahirkan pemberian yang baik pula. Istilah yang sering dikemukakan Aa Gym, kopi yang ada digelas pasti berasal dari teko yang isinya juga kopi. Tidak mungkin teko kopi mengeluarkan isi susu. Suasana hati yang baik, jiwa yang penyantun melahirkan ucapan dan sikap yang baik pula.
0 Comments: