prayer time


jadwal-sholat

  KEWAJIBAN GURU TERHADAP MASYARAKAT Makalah Ini Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Etika dan Profesi Guru Dosen Pengampu ...

kewajiban guru terhadap masyarakat

 

KEWAJIBAN GURU TERHADAP MASYARAKAT

Makalah Ini Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

Etika dan Profesi Guru

Dosen Pengampu  : Drs. Jon helmi, MP

 

 



                                                                HALIMATUN SAKDIAH

22.00.4152

 

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

HUBBULWATHAN DURI

 

2024

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. iii

BAB I. 1

PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar Belakang. 1

B.    Rumusan masalah. 1

C.   Tujuan Masalah. 1

BAB II. 2

PEMBAHASAN.. 2

A.   Hubungan Guru Dengan Masyarakat Elite. 2

B.    Hubungan Guru Dengan Masyarakat Menengah. 2

C.    Hubungan Guru Dengan Masyarakat Pinggiran. 4

D.   Guru Sebagai Tokoh Masyarakat dan Perannya Sebagai Intelektual di Masyarakat 6

BAB III. 8

PENUTUP.. 8

A.    Kesimpulan. 8

B.    Saran. 8

DAFTAR PUSTAKA.. 9

 

 

 

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: KEWAJIBAN GURU TERHADAP MASYARAKAT”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.

Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah ETIKA Dan PROFESI GURU  dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah  ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan. 

 Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Akhirnya hanya kepada allah swt kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata..


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mewujudkan masyarakat yang maju adil dan makmur bedasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945.  Guru merupakan teladan yang patut dicontoh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini menuntut kemampuan sosial guru dengan masyakat, sebagai upaya mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan akan mempengaruhi hubungan sekolah dengan masyarkat lebih baik lagi. Namun, tidak sedikit stigma negatif dan bahkan melemahkan citra guru, baik sebagai opini maupun berita yang muncul di media massa.

Guru profesional secara otomatis akan mampu mengembangkan kompetensi sosialnya. Salah satu indikator kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru dalam menunjukkan kedudukan dan perannya di masyarakat, baik dengan ketokohannya, hubungannyan dengan setiap level strata sosial yang ada di masyarakat serta produktivitasnya sebagai masyarakat intelektual. Untuk meningkatkan profesionalitas dan mengembangkan kompetensi sosial guru, perlu dipertimbangkan tugas guru untuk berperan lebih aktif dan produktif dalam lingkungan masyarakatnya. Waktu untuk menjalankan kewajiban guru sebagai profesional tidak dihabiskan dengan tatap muka bersama peserta didik d ruang kelas, melainkan dengan penguatan kedudukan dan perannya di masyarakat.

B.     Rumusan masalah

Dengan mengacu pada latar belakang tersebut di atas, dirumuskan permasalahan tentang bagaimana kedudukan dan peran guru di masyarakat yang termasuk di dalamnya hubungan guru dengan masyarakat elit, menengah, dan pinggiran serta guru sebagai tokoh dan kaum intelektual di masyarakat. Tujuan Masalah.

C.    Tujuan Masalah

Penulisan ini bertujuan untuk memahami dan mengidentifikasi kedudukan dan peran guru di masyarakat dengan dasar kajian tentang guru dan profesi guru, sehingga guru dan masyarakat bisa bersikap lebih adil dalam mengenal dan mengidentifikasi karakter guru.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hubungan Guru Dengan Masyarakat Elite

Sejarah telah mencatat bahwa pada zaman Mesir kuno guru-guru itu adalah filosof- filosof yang menjadi penasihat raja. Dalam kegemilanagan falsafah Yunani, Socrates, Plato dan Aristoteles adalah guru-guru yang mempengaruhi perjalanan Yunani. Aristoteles adalah guru bagi Iskandar Zulkarnain (356-423 SM) yang menjadi Kaisar Yunani sampai meninggalnya, sehingga filosof-filosof Arab menyebutnya sebagai guru pertama. Sedangkan Al Farabi (874-950 M) sebagai orang yang paling mengetahui tentang falsafah Aristoteles digelarinya guru yang kedua.

Dalam sejarah Islam, guru-guru atau yang biasa disebut para ulama selalu diikut sertakan dalam segala kegiatan Nabi SAW dan menjadi duta-duta Nabi ke negara- negara tetangga sebagai perutusan juga sebagai syiar. Juga, dalam perkembangan pendidikan Islam di kawasan Asia Tenggara melalui pondok, surau, madrasah, dan lain-lain menunjukkan pola yang serupa, yaitu ada ulama-ulama terkenal dikunjungi oleh murid-murid dari seluruh pelosok seperti Syekh Daud Fathani di Thailand, Tok Kenali di Kelantan, Madrasah Al Masyhur di Pulau Pinang, Pesantren Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng Jawa, Madrasah Al Yunusiah di Padang Panjang, Sumatera Barat, Madrasah Hj. As’ad di Sulawesi Selatan dan lain-lain adalah peninggalan sejarah yang masih dapat disebutkan tentang pengaruh ulama dan guru-guru terkenal pada perkembangan Islam di rantau ini.

Di Indonesia, tokoh-tokoh yang dianggap Founding Father-nya adalah para guru, diantaranya Moch. Yasin, Moch. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan banyak lagi tokoh yang berlatar belakang guru, sehingga dikenallah istilah para Priyayi atau kaum Priyayi. Begitu pula pada saat ini, banyak sosok guru yang masih menjadi magnet bagi para politisi untuk menempatkannya sebgai orang- orang yang ditempatkan di badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini berarti menunjukkan bahwa suara para guru masih memiliki pengaruh dalam kebijakan strategis atau sebatas politis di negeri ini. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, hubungan guru dengan masyarakat elit semakin luas dan terbuka lebar.

B.     Hubungan Guru Dengan Masyarakat Menengah

Dalam Global Teacher Status Index oktober 2013, status sosial guru di 21 negara yang diteliti berada di rangking ke- 7 dari 14 jenis profesi yang dihormati, dengan kata lain profesi guru adalah profesi kelas menengah. Namun, di duatiga negara status sosial guru diniliai sama dengan pekerja sosial. Di Amerika Serikat, Brasil, Francis, dan Turki status sosial guru diasosiasikan dengan pustakawan. Berkaitan dengan hasil studi tersebut, dapat dikatakan bahwa hubungan guru dengan masyarakat menengah adalah hubungan guru dengan lingkungan terdekatnya.

Namun, peranan guru di Indonesia berbeda dan tidak seperti yang tampak pada hasil riset tersebut di atas. Guru melebur diri dalam masyarakat dan mengambil prakarsa secara proaktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Guru berasal dari semua strata sosial ekonomi dengan latar belakang yang lebih beragam. Hal ini sebagai dampak dari pembangunan pendidikan nasional secara besar-besaran yang dimulai pada tahu 1970-an dengan memberikan penekanan pada pemerataan dan perluasan kesempatan kepada anak untuk memperoleh pendidikan, di samping pada mutu dan relevansi. Konsekuensinya jumlah guru harus ditambah dengan rekrutmen calon guru menjadi semakin terbuka dengan berbagai latar belakang dan mengakibatkan perubahan peran guru.

Dalam hubungannya dengan masyarakat menengah, peran guru dibatasi dengan status profesinya. Terutama nampak di kota-kota besar bahwa terdapat kecenderungan guru berperan hanya sebagai pengajar dan selebihnya adalah sebagai pribadinya. Di masyarakat ini guru dikenal sebagai guru privat SD, SMP dan SMA, guru les musik, guru les tari, guru les olah raga dan keterampilan lainnya.

Dalam kode etik guru Indonesia, guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan. Hal ini termasuk diantaranya:

a.       Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan

b.       Guru turut menyebarkan program- progaram pendidikan dan lkebudayaan kepada masyarakat seketernya, sehingga sekolah tersebut turut berfubgsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan ditempat itu

c.        Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaru bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya

d.      Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya didalam berbagai aktifitas

e.       Guru mengusahakan terciptanya kerjasama yang sebaik-bainya antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tangung jawab nersama antara pemerintah, orang tua murid dan masyarakat.

 

C.    Hubungan Guru Dengan Masyarakat Pinggiran

Sebagian besar para guru di daerah pedesaan menyukai sekolah sebagai tempat bekerja, beberapa guru menemukan kesulitan untuk beradaptasi dengan struktur masyarakat pedesaan tradisional, administrasi merupakan sesuatu yang informal, bantuan dengan kegiatan ekstrakurikuler yang sangat diharapkan, banyak melakukan pekerjaan sampingan (second jobs), dan banyak gagal untuk mengenali pentingnya pertanian dalam perekonomian masyarakat pedesaan.

Perlu disadari bahwa dalam proses pembangunan masyarakat terutama di daerah pedesaan tempat sebagian besar masyarakat kita bertugas, guru memegang kepeloporan melalui berbagai institusi kemasyarakatan yang ada. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah di tingkat lokal sangat tinggi terhadap guru dengan dibuktikannya guru sebagai mitra dalam berbagai kegiatan di pedesaan dan kecamatan.

Permasalahan yang muncul saat ini justru tidak meratanya jumlah guru yang tersedia di daerah, terutama yang terkategorikan terluar, tertinggal dan terdalam yang sangat kekurangan dan membutuhkan guru. Berbanding terbalik dengan di daerah perkotaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga swadaya masyarakat yang ingin berperan dalam pendidikan, meskipun hanya melakukan pengajaran. Pragmatisme para guru adalah alasan terkuat sekaligus sekaligus faktor penyebab utama munculnya kesenjangan ini. Idealisme para guru merupakan pemicu utama yang dibutuhkan untuk pemerataan guru.

Pendidikan bukan bukan sekedar permasalahan meingkatkan tingkat melek huruf dan angka, melainkan pembangunan manusia itu sendiri oleh para pendidik/guru. Hal ini menuntut peran guru yang lebih luas lagi. Peran guru dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin kompleks, tidak sekedar sebagai pengajar semata, pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya bagi siswanya. Guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari anak/siswa di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa.

Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dengan menerapkan “Sistem Among”, “Tutwuri Handayani” “Sistem Among” yaitu cara pendidikan yang dipakai dalam Tamansiswa, mengemong (anak) berarti memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong/guru akan bertindak, kalau perlu dengan paksaan apabila keinginan anak membahayakan keselamatannya. “Tutwuri Handayani” berarti pemimpin mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinya, tetapi handayani, mempengaruhi dengan daya kekuatan, kalau perlu dengan paksaan dan kekerasan apabila kebebasan yang diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan diri.

Di lingkungan Tamansiswa sebutan guru tidak digunakan dan diganti dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa, harus dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Dalam konsep ini, siswa bukan hanya objek, tetapi juga dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek

Guru yang baik dapat didefinisikan sebagai seorang guru yang membantu peserta didik belajar. Untuk mewujudkannya, setidaknya guru harus memiliki kemampuan untuk mendidik dan mengajar.

Dalam kondisi seperti ini, sepertinya kita akan sepakat dengan Hertz - Lazarowitz tentang Beyond the Classroom and into the Community: The Role of the Teacher in Expanding the Pedagogy of Cooperation. Peran guru dapat diperluas untuk mewujudkan visi yang lebih luas membawa Cooperative Learning (CL) ke masa depan. Dalam Group Investigation, guru dianggap sebagai fasilitator perkembangan intelektual dan sosial siswa. Sedangkan peran para guru secara tradisional berdasarkan pada definisi sejarah, sebagaimana “the sage or the stage (bijak atau tempat lebih tinggi)”, mereka secara bertahap menjadi mitra dalam komunitas guru dan semakin tenggelam dengan siswa sebagai mitra dalam pembelajaran - the "guide on the side".

Peran guru sebagai inisiator aktif dan aktor dalam "show of learning and teaching" akan dipengaruhi oleh metafora produksi teater dan interpretasi. Guru akan menjadi produser kurikulum dan program kelas baru, dimana teknologi baru dan materi pengajaran mutakhir sebagai bagian yang digunakan. Guru membentuk komunitas pelaku pemimpin, yang didasarkan pada kerjasama mengubah visi mereka, keterampilan dan pengetahuan untuk menghasilkan visi pengajaran kritis kooperatif bertujuan untuk memberdayakan dan membawa kesetaraan ke sekolah-sekolah dan masyarakat pada umumnya.

D.    Guru Sebagai Tokoh Masyarakat dan Perannya Sebagai Intelektual di Masyarakat

Figel tentang the role of teachers in the knowledge society, menegaskan bahwa “Teachers must be reassured that they are essential to our societies and that we value their role”. Para guru memainkan perannya yang sangat vital bagi masyarakat dan terus berupaya memperluas perannya untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat, termasuk perannya dalam aspek budaya dan ekonomi. Para guru menyiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang aktif dan yang mau belajar sepanjang masa secara independen, dan tentunya sangat krusial bagi masa depannya. Para guru mengikuti perkembangan potensi para peserta didiknya.

Pandangan tersebut di atas menggambarkan guru sebagai sosok yang sentral di dalam masyarakat. Bahkan sekitar tahun 1978-an telah diciptakan Hymne Guru yang dimaksudkan untuk menghormati dan mengangkat citra dan martabat guru. Tentunya, ketokohan guru tidak nampak jelas dan menonjol sebagaimana bait terakhir Hymne guru yaitu patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa.

Guru diagungkan, disanjung, dikagumi karena perannya yang sangat penting. Namun, peran ini menurut Gerstner. akan berubah di masa depan. Perubahan berpusat pada pola relasi antara guru dengan lingkungannya (sesama guru, siswa, orang tua, kepala sekolah, teknologi dan dengan karirnya sendiri). Guru akan lebih tampil tidak lagi sebagai pengajar (teacher), melainkan sebagai pelatih, konselor, manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan pelajar. Namun, menurut Stevenson dan Stigler (masih dalam Supriadi) aneka ragam tugas tersebut akan membuat guru kewalahan bahkan guru yang paling hebat pun akan keteteran dan kehabisan energy dan tak akan mampu untuk melakukan refleksi.

Guru sebagai intelektual di masyarakat tentunya lebih diharapkan sumbangsih terhadap perbaikan tatanan sosial dan budaya masyarakat, setidaknya tempat dimana tinggal. Guru harus mampu menggali kreativitas serta mengembangkan inovasi dan lebih produktif sehingga menjadi solutif bagi bagi permasalahan-permasalahan dan kebutuhan yang hadapi masyarakat. Semestinya, pengabdian pada masyarakat tidak hanya populer di perguruan tinggi sebagai tri dharma, tetapi harus menjadi tugas kewajiban bagi para guru di pendidikan dasar dan menengah. Hal ini bisa menjadi alternatif dalam pemenuhan kewajiban profesi guru yang sangat menitik beratkan pada jam tatap muka guru dengan peserta didik di ruang kelas saja. Dimana, kewajiban tersebut menjadi permasalahan administratif yang ironi dalam tugas profesi. Guru yang bertugas di sekolah yang memiliki kelas sedikit harus berjibaku mencari kelas tambahan di luar sekolahnya untuk menyelamatkan pengakuan profesionalnya.

Meningkatkan peran guru di masyarakat akan memacu tingkat kreativitas, inovasi dan produktivitas guru. Tentunya, hal ini akan memberikan multiplier efek bagi masyarakat dan dunia pendidikan. Keberadaan guru akan semakin dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat sekaligus akan meminimalisir stigma-stigma negatif yang dialamatkan kepada para guru. Lebih dari itu, tanggung jawab guru secara moral sebagai masyarakat intelektual menjadi lebih ringan.

Guru harus menunjukkan komitmen dan integritasnya sebagai agen pembaharu  sekaligus sebagai reservoir nilai-nilai peradaban, sehingga kepercayaan masyarakat akan terwujud dalam bentuk pengakuannya sebagai pemimpin, pengayom, pencerah dan guidance of society. Dengan penuh kesadaran para guru harus menunjukkan sikap sebagai pendidik bahwa pendidikan bukan sebatas pengajaran melainkan pendidikan adalah kesatuan dari pengajaran, pengasuhan, pembimbingan, pembinaan, dan pelatihan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kompetensi sosial guru tidak bisa dipahami secara general, tapi lebih spesifik dan tergantung kelompok sosial yang ada di masyarakat. Kompetensi sosial terintegrasi dalam profesi guru. Guru profesional secara otomatis akan mampu mengembangkan kompetensi sosialnya. Salah satu indikator kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru dalam menunjukkan kedudukan dan perannya di masyarakat, baik dengan ketokohannya, hubungannyan dengan setiap level strata sosial yang ada di masyarakat serta produktivitasnya sebagai masyarakat intelektual.

B.     Saran

Untuk meningkatkan profesionalitas dan mengembangkan kompetensi sosial guru, perlu dipertimbangkan tugas guru untuk berperan lebih aktif dan produktif dalam lingkungan masyarakatnya. Waktu untuk menjalankan kewajiban guru sebagai profesional tidak dihabiskan dengan tatap muka bersama peserta didik d ruang kelas, melainkan dengan penguatan kedudukan dan perannya di masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Supriadi, Dedi. (2016). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Penerbit: Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Langgulung,

Hasan. (2018). Manusia dan Pendidikan. Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan. Penerbit: PT Pustaka Al Husna Baru; Jakarta

Soelaeman. (2017). Menjadi Guru. Suatu Pengantar kepada Dunia Guru.Penerbit: CV Dipenogoro, Bandung.

Dewantara, K H. (2019). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: PENDIDIKAN. Cetakan Ketiga. Penerbit Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta.

Dewantara, K H. (2020). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II A: KEBUDAYAAN. Cetakan Kedua. Penerbit Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta.

0 Comments: