PANCASILA
SEBAGAI IDENTITAS DAN NILAI LUHUR BANGSA
Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas :
Civic Education
Dosen Pengampu : Jon Helmi, MP
Halimatun Sakdiah
NPM : 22.00.4152
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
HUBBULWATHAN DURI
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Saw, serta kepada
keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in-tabi’at, dan In Sha Allah akan
sampai kepada kita selaku umatnya Nabi Muhammad Saw.
Dan tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada Bpk Jon Helmi, MP selaku dosen
Pengantar studi fiqih yang telah memberikan kesempatan kepada kami dalam pembuatan makalah ini dan mempresentasekan nya didepan
kawan-kawan sekalian.
Kami sadar dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami harap kepada kawan-kawan yang kami hormati untuk
memberikan kritik dan saran mengenai makalah yang kami susun.
Mudah-mudahan Allah Swt melimpahkan Rahmat dan Inayah-Nya kepada kita semua,dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.......
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
1 1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
BAB
II
PEMBAHASAN............................................................................................. 3
1. Peran Pancasila Sebagai Identitas Dan Nilai Luhur Bangsa......... 3
2. Pancasila
sebagai Wujud Modal Sosial Bangsa.............................. 6
3. Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa........................... 8
BAB III
PENUTUP...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sejak awal kelahiranya tanggal 1 Juni 1945,
Pancasila dimaksudkan sebagai dasar falsafah
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische
Grondslag) Arti penting Pancasila merupakan salah satu tolok ukur dan pegangan hidup bagi kehidupan bermasyarakat. Sebagai dasar negara, Pancasila tercantum dalam alenia IV penyusunan Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut juga sebagai ideologi negara. Kehidupan
masyarakat pasca kemerdekaan pada
tahun 1945, Pancasila memegang peranan penting
di setiap gerak, arah dan
cara kita juga
harus senantiasa dijiwai oleh Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia. Sebagai suatu
sumber dari segala sumber hukum secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur
yang meliputi kejiwaan, serta watak/sifat bangsa Indonesia, yang
pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para
pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan No.XX/MPRS/1966.
Pergerakan yang muncul saat itu memang menjadikan Pancasila sebagai pondasi
berdirinya sebuah pergerakan. Para pemuda yang antusias dengan pergerakan tersebut mempunyai jiwa satu rasa dan satu nasib
berdasarkan nilai yang terkandung didalam ideologi Pancasila. Seiring berkembangnya
zaman, nilai yang terkandung dalam ideologi
tersebut semakin sempit dan mulai terkikis. Adanya paham yang masuk seperti globalisasi, menguatnya paham fundamentalisme saat ini yang mampu mengikis rasa solidaritas dan mampu merubah paradigma masyarakat terhadap ideologi Pancasila.
Dalam situasi kehidupan
yang demikian, mutlak diperlukan adanya
paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat dijadikan pegangan masyarakatIndonesia.
Nilai-nilai solidaritassosial,kekeluargaan, keramahtamahan sosial, kerukunan, tenggang
rasa, dan rasa
cinta tanah air yang
pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa
Indonesia, dan semakin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai
materialismedan fundamentalisme.
Tingkat korupsi yang tinggi merupakan salah satu contoh dari pelaksanaan
kekuasaan yang otoritarian. Beberapa model maupun pembahasan tentang Pancasila dan pemaparan tentang adanya ideologi sebagai dasar negara, tidak lepas dengan adanya
peran modal sosial (social capital) dalam pembentukan masyarakat yang berbangsa dan berbudaya. Modal sosial menjelaskan adanya sebuah hak hakiki yang dimiliki oleh masyarakat
sebagai cerminan dalam pembentukan nila-nilai tersebut. Salah satu dari wujud modal sosial tersebut
adalah kepercayaan (trust).
Disebutkan bahwa kepercayaan merupakan satu modal yang paling dasar dalam pembentukan ideologi tersebut. Masyarakat yang mempunyai kecenderungan dan terlalu bersemangat untuk mengadopsi sebuah nilai-nilai baru yang muncul dari paham yang masuk
saat ini, membuat hidup masyarakat lebih menggantungkan terhadap nilai yang masuk tersebut, seperti paham globlaisasi dan fundamentalis.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Peran Pancasila
sebagai Identitas dan Nilai Luhur Bangsa ?
2.
Apakah Pancasila sebagai Wujud Modal Sosial Bangsa ?
3.
Apakah Penyebab Terjadinya Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. 1. Peran Pancasila Sebagai Identitas Dan Nilai Luhur Bangsa
Pancasila merupakan dasar pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila pun harus diwariskan kepada
generasi muda bangsa Indonesia berikutnya melalui pendidikan. Setiap bangsa memiliki kepedulian kepada pewarisan budaya luhur bangsanya.
Oleh karena itu, perlu ada upaya pewarisan
budaya penting tersebut melalui pendidikan Pancasila yang dilaksanakan dalam pendidikan
formal (sekolah).
Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat
secara yuridis. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila
sebagai kaidah yuridis-konstitusional pada dasarnya tidak berlaku dan harus dicabut. Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar falsafah negara berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara. Hal ini berarti bahwa moral Pancasila telah menjadi
sumber tertib negara dan sumber tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupan.
Pelaksanaan Pancasila
pada masa reformasi
cenderung meredup dan tidak adanya istilah penggunaan Pancasila sebagai propoganda praktik penyelenggaraan
pemerintahan. Hal ini terjadi lebih dikarenakan oleh adanya globalisasi yang melanda Indonesia dewasa ini. Masyarakat
terbius akan kenikmatan hedonism yang dibawa oleh paham baruyang masuk sehingga lupa dari mana, dimana, dan untuk siapa sebenarnya mereka hidup. Seakan-akan mereka melupakan bangsanya sendiri yang dibangun dengan semangat juang yan
gigih dan tanpa memandang perbedaan.
Dalam Perkembangan masyarakat yang secara kultur, masyarakat lebih
cenderung menggunakan Pancasila sebagai dasar pembentukan dan penggunakan setiap
kegiatan yang mereka lakukan. Peran Pancasila dalam hal ini sebenarnya adalah untuk
menciptakan masyarakat “kerakyatan”, artinya masyarakat Indonesia sebagai warga
negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.
Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan
negara dan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban harus seimbang dan tidak memihak ataupun memaksakan kehendak kepada
orang lain.
Pancasila disebut sebagai identitas bangsa dimana Pancasila
mampu memberikan satu pertanda atau ciri khas yang melekat dalam tubuh
masyarakat. Hal ini yang
mendorong bagaimana statement masyarakat mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut. Sebagai contoh nilai keadilan yang bermakna sangat
luas dan tidak
memihak terhadap satu
golongan ataupun individu tertentu. Unsur pembentukan Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri.
Sejarah
Indonesia membuktikan bahwa nilai luhur bangsa yang tercipta merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki dan tidak bisa tertandingi. Pada masa orde baru menginginkan pemerintahan
yang ditandai dengan keinginan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada masa orde baru dilakukan secara indoktrinatif dan birokratis. Akibatnya, bukan
nilai-nilai Pancasila yang meresap
ke dalam kehidupan masyakat, tetapi kemunafikan
yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai
nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata
sehingga Pancasila yang berisi
nilai-nilai luhur bangsa dan merupakan landasan filosofi untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur, bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna
apapun.
Lebih-lebih Pendidikan Pancasila dan UUD 45 yang dilakukan melalui metode indoktrinasi dan
unilateral, yang tidak memungkinkan
terjadinya perbedaan pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila. Cara
melakukan pendidikan semacam itu, terutama
bagi generasi muda, berakibat fatal.
Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam pendidikan
yang disebut penataran P4 atau PMP (Pendidikan
Moral Pancasila), atau nama sejenisnya, ternyata
justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari
nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh
karena Pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang benar. Mereka yang setiap hari berpidato dengan
selalu mengucapkan kata-kata
keramat: Pancasila dan UUD 45, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa
kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan.
Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk
bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup
bernegara, karena masyarakat menilai bahwa
aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku
bagi para pemimpin. Selain itu Pancasila digunakan sebagai asas tunggal bago organisasi masyarakat maupun organisasi politik.
Karena Orde Baru tidak
mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah pemerintahan sebelumnya, akhirnya kekuasaan otoritarian Orde Baru pada
akhir1998-an runtuh oleh kekuatan masyarakat. Hal itu memberikan
peluang bagi bangsa Indonesia untuk membenahi dirinya, terutama bagaimana belajar lagi dari sejarah agar Pancasila sebagai ideologi
dan falsafah negara benar-benar
diwujudkan secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Berakhirnya kekuasaan Orde Baru menandai adanya Pemerintahan Reformasi yang
diharapkan mampu memberikan koreksi dan
perubahan terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan
UUD 1945 dalam praktik
bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan
pada masa Orde
Baru. Namun dalam praktik
pada masa reformasi
yang terjadi adalah tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan fundamentalism. Hal inilah yang
menandai bahwa pada
masa itulah masyarakat Indonesia sedang mengalami krisis identitas
bangsa.
2. 2. Pancasila sebagai Wujud
Modal Sosial Bangsa
Modal sosial (social capital)dapat dikatakan sebagai kelompok individu atau grup yang digunakan untuk merealisasi kepentingan manusia. Kalau mau didefinisikan sebagai satu kata maka trust (kepercayaan) adalah kata yang bisa mempresentasikan kondisi tersebut (Konioko dan
Woller, 1999). Sedangkan James Coleman sebagaimana yang dikutip oleh Francis Fukuyama
dalam bukunya Trust: The Social and
Creation of Prosperity (1995) mendefinisikan
modal sosial sebagai kemampuan masyarakat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama
di dalam berbagai kelompok
organisasi
Trust(kepercayaan) sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini
dikarenakan kepercayaan bersifat fundamental.
Bahkan dapat dikatakan kualitas relasi sosial terletak pada sejauh mana nilai fundamental itu mendapat perhatian. Ketika sebuah
nilai kepercayaan itu hilang maka yang timbul adalah perpecahan yang
sifatnya mendarahdaging. Sangat jelas
bahwa kepercayaan menyentuh sendi
kehidupan yang paling mendasar dari sisi kemanusiaan baik sebagai makhluk
individu maupun sebagai makhluk sosial.
Sebagai bahan analisis yang menjadikan kepercayaan
itu merupakan sebuah faktor utama dari pelaksanaan
Pancasila, sebut saja 4 (empat) pilar kehidupan
berbangsa. Antara lain Pancasila, UUD NKRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan Bhineka Tunggal
Ika. Empat pilar tersebut ibaratkan sebuah kepercayaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang rukun dan tanpa adanya
sebuah keganjalan seperti konflik dan sebagainya.
Namun sebuah fenomena dan
kelangsungan dari perjalanan reformasi memberikan ruang bagi para masyarakat
yang tidak mengerti akan hal tersebut, sehingga disini
rawan terjadinya konflik di dalam
masyarakat itu sendiri. Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan
konflik yang Sebagian besar disebabkan karena krisis moral dan tidak bisa mengamalkan
nila-nilai yang terkandung dalam
ideologi Pancasila.
Sebagai dasar negara Pancasila mempunyai keunggulan
dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia, yang
mengandung makna saling menghormati, menghargai, menjunjung tinggi kebersamaan,
dan sebagainya justru kenyataannya adalah sebaliknya. Paham fundamentalisme yang
hadir di tengah-tengah kehidupan
masyarakat Indonesia yang menyebabkan
semua itu. Kerusuhan tersebut menyebabkan berbagai fasilitas umum menjadi rusak
dan identitas bangsa sebagai negara yang
menjunjung persatuan dan kesatuan sedikit demi
sedikit sudah mulai luntur.
Pada
12 Februari 2010
lalu, Forum Komunikasi Kristiani
Jakarta (FKKJ) mengeluarkan data,
yang menurut mereka dalam tahun 2007 ada
100 buah gereja yang
diganggu atau dipaksa
untuk ditutup. Tahun 2008,
ada 40 buah
gereja yang mendapat gangguan.
Tahun 2009 sampai
Januari
2010, ada 19
buah gereja yang diganggu
atau dibakar di
Bekasi, Depok, Parung, Purwakarta,
Cianjur, Tangerang, Jakarta, Temanggung dan Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
(SumateraUtara).
Menurut data
FKKJ tersebut, selama masa pemerintahan Presiden
Soekarno (1945-1966) hanya ada 2
buah gereja yang dibakar. Pada
era pemerintahan PresidenSoeharto (1966-1998) ada 456 gereja
yangdirusak atau dibakar. Pada
periode 1965-1974, ada 46 buah
gereja yang dirusak atau dibakar. Sedangkan dari tahun 1975 atau masa setelah di berlakukannya SKB 2 Menteri tahun 1969 hingga saat lengsernya Soeharto tahun 1998,
angka gereja yang dirusak atau dibakar
sebanyak 410 buah. Sebenarnya kasus yang terdapat di Bekasi tersebut bukan merupakan kasus
kebebasan beribadat dan beragama ataupun
yang berbau SARA, namun merupakan kasus tempat
beribadat dan persoalan perijinan mendirikan bangunan.
Hilangnya kepercayaan (trust) sebagai wujud modal
sosial dalam kehidupan masyarakat
merupakan awal munculnya beberapa akibat adanya paham fundamentalis dan kapitalis
di Indonesia. Adanya kebutuhan yang mendesak dan ketidakterbatasan
masyarakat juga ikut serta dalam mewujudkan sebuah konflik tersebut
terjadi.
3. 3. Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas
Bangsa
Adanya krisis identitas bangsa yang terjadi selama beberapa decade menyebabkan mentalitas bangsa menjadi tergerumus dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Ketika krisis kepercayaan itu terjadi, pada masa
kini masyarakat hanya
menjadikan Pancasila sebagai “buah
bibir” saja tanpa bisa menghayati dan mengamalkannya secara utuh.
Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis sebagai
kenyataan akan haltersebut. Sebagai
contoh adalah kasuskorupsi ditengah-tengah
masyarakat.Kecenderungan tindak korupsi
tersebuthanya memihak dan
menguntungkan satupihak saja,
sedangkan masyarakat sebagaikorban dari korupsi tersebut.
Adanya tindak pidana korupsi disebabkan karena lemahnya
moral individu, di samping itu,
lemahnya penegakan hukum
dalam menindak lanjuti tindak pidana korupsi yang semakin merajalela. Perspektif
ke depan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan
UUD 1945 yang memiliki dasar negara
Pancasila, sehingga diperlukan kajian
tentang konsepsi system hukum di Indonesia.
Hal ini dengan tegas dinyatakan pada Pembukaan UUD
1945 alenia IV
dan pada Pasal
2 UU No.
10Tahun 2004 disebutkan
bahwa Pancasila sebagai sumber
segala sumber hukum,kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi yang dalam
tata hukum global disebut
ground norma atau staatfundamental norma mengingat sesuai kenyataan sejarah (legal
history) selama 60 tahun tidak goyah sebagai ideologi dan dasar negara hukum di Indonesia.
Berdasarkan tesis Hans Kelsen, pendudukan Pancasila
dalam UUD 1945 berada pada tingkat
tertinggi. Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai kaidah
dasar yang mempunyai arti sebagai
sumber dari segala sumber hukum
serta menjadi dasar
bagi berlakunya UUD 1945.
Perbuatan
korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan internasional karena telah ditetapkan melalui Konvensi Internasional. Praktik
penegakan hukum dan
peradilan yang timpang dengan rasa keadilan masyarakat sebagai wujud terkikisnya nilai Pancasila yang berperan
sebagai modal sosial bangsa,
contoh vonis bebas
korupsi atau SP3
(Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan) lebih banyak
di tingkat penyidikan dibandingkan
kasus-kasus pencurian ayam bahkan sering kali korban penganiayaan yang
dihakimi oleh masa. Kondisi seperti ini sangat
bertentangan dengan rasa keadilan sebagai salah satu nilai ideologi
yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan peran Pancasila sebagai modal sosial.
Ketika kepercayaan (trust) masyarakat mulai meredam terhadap nilai dan makna Pancasila, maka disitulah titik awal dari munculnya krisis
identitas yang menyebabkan seseorang
melakukan segala cara untuk mendapatkan dan mempertahanlan kekuasaan
dengan tidak menghiraukan lagi nilai-nilai ideologi yang terkandung dalam Pancasila
itu. Selain krisis identitas yang bersifat moralitas dan kekuasaan, muncul kasus fundamentalis agama dalam hal
tindak pidana korupsi. Faktor pendidikan dikalangan keagamaan menjadi sangat penting dan strategis dalam membangun moral,
mental, dan karakter bangsa yang peka dan anti korupsi.
BAB III
PENUTUP
1.3 KESIMPULAN
Berdasarkan dari
pemaparan dananalisis dari
berbagai kasus diatas, dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
1)
Pancasila sebagai sumber
dari segalasumber hukum
menurut UUD 1945mempunyai peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup masyarakat yang berbangsa dan bernegara, disamping itu Pancasila juga mempunyai peran dalam membentuk identitas dan nilai luhur bangsa. Pancasila mempunyai ciri khas yang yang melekat pada tubuh masyarakat Indonesia.
2)
Pancasila yang terdapat pada salah satu dari 4
(empat) pilar kehidupan berbangsa dan bernegara
merupakan perwujudan modal sosial
(social capital), alasanya karena
salah satu wujudmodal
sosial yaitu trust (kepercayaan) yang membangun jati diri
bangsa Indonesia kepada sebuah kondisi dimana mereka
mempunyai satu rasa dan senasib pada
masa penjajahan hingga saat
ini. Hal tersebut
tertuang dalam Pancasila sebagai dasar negaradan sebagai sumber dari
segala sumber hukum. Tanpa
adanya Pancasila sebagai modal sosial, maka
perwujudanmenjadi sebuah bangsa yang bebas danbesar sangat
kecil kemungkinannya akan terwujud.
3)
Beberapa kasus yang terjadi
diIndonesia sebagai akibat
melemahnya identitas bangsa (krisis identitas) maka timbullah paham kapitalis
dan fundamentalis. Akibatnya
banyak kasus yang terjadi seperti tindak pidana korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, gerakan sparatis agama,
dan lainsebagainya yang
meresahkan masyarakat. Adanya
konflik individu
yang berbaur
menjadi sebuah konflik SARA (Suku, Agama,
Ras, dan Antar Golongan) itu yang menandakan melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai ideologi
Pancasila.Krisis identitas yang
ditandai dengan krisis moral juga ikut adil dalam melemahnya kepercayaan sebagai wujud modal sosial.
DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jiip/article/view/1634/1082
https://www.academia.edu/8352416/Pancasila_Sebagai_Identitas_Nasional_Bangsa_Indonesia
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances