PANCASILA
SEBAGAI IDENTITAS DAN NILAI LUHUR BANGSA
Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas :
Civic Education
Dosen Pengampu : Jon Helmi, MP
Halimatun Sakdiah
NPM : 22.00.4152
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
HUBBULWATHAN DURI
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah  kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Saw, serta  kepada
keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in-tabi’at, dan In Sha Allah akan
sampai kepada kita selaku umatnya Nabi Muhammad Saw.
Dan tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada Bpk Jon Helmi, MP selaku dosen
Pengantar studi fiqih yang telah memberikan kesempatan kepada kami  dalam pembuatan makalah ini dan mempresentasekan nya didepan
kawan-kawan sekalian.
Kami sadar dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami  harap kepada kawan-kawan yang kami hormati untuk
memberikan kritik dan saran mengenai makalah yang kami susun.
Mudah-mudahan Allah Swt melimpahkan Rahmat dan Inayah-Nya kepada kita semua,dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.......
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1.   Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
1 1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
BAB
II
PEMBAHASAN............................................................................................. 3
1.      Peran Pancasila Sebagai Identitas Dan Nilai Luhur Bangsa......... 3
2.      Pancasila
sebagai Wujud Modal Sosial Bangsa.............................. 6
3.      Korupsi  sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa........................... 8
BAB III
PENUTUP...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 
Latar Belakang Masalah
Sejak awal kelahiranya tanggal 1 Juni 1945,
Pancasila dimaksudkan sebagai dasar  falsafah
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische
Grondslag) Arti penting Pancasila merupakan salah satu tolok ukur dan  pegangan hidup bagi kehidupan bermasyarakat. Sebagai dasar negara, Pancasila tercantum dalam alenia IV    penyusunan  Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut juga sebagai ideologi negara. Kehidupan
masyarakat pasca kemerdekaan  pada 
tahun 1945, Pancasila memegang peranan penting
di setiap gerak, arah  dan 
cara  kita  juga 
harus  senantiasa dijiwai oleh Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila sebagai  dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan    suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia. Sebagai  suatu 
sumber  dari  segala sumber hukum secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur
yang meliputi  kejiwaan, serta watak/sifat bangsa Indonesia,  yang 
pada  tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh  para 
pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat   Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan No.XX/MPRS/1966.
 Pergerakan yang muncul saat itu memang   menjadikan Pancasila sebagai pondasi
berdirinya sebuah pergerakan. Para pemuda yang antusias dengan pergerakan tersebut mempunyai jiwa satu rasa dan satu nasib
berdasarkan nilai yang terkandung didalam ideologi Pancasila. Seiring berkembangnya
zaman, nilai yang terkandung dalam ideologi
tersebut semakin sempit dan mulai terkikis. Adanya paham yang masuk seperti globalisasi, menguatnya paham fundamentalisme saat ini yang mampu mengikis rasa solidaritas dan mampu merubah paradigma masyarakat terhadap ideologi Pancasila.
Dalam  situasi  kehidupan 
yang  demikian, mutlak diperlukan adanya
paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat dijadikan pegangan masyarakatIndonesia.
Nilai-nilai solidaritassosial,kekeluargaan, keramahtamahan    sosial, kerukunan,  tenggang 
rasa,  dan  rasa 
cinta tanah  air  yang 
pernah  dianggap  sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa
Indonesia, dan semakin  pudar  bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai
materialismedan fundamentalisme.
Tingkat korupsi yang tinggi merupakan salah satu contoh dari pelaksanaan
kekuasaan yang otoritarian. Beberapa model maupun pembahasan tentang Pancasila dan pemaparan tentang adanya ideologi sebagai dasar negara, tidak lepas dengan  adanya 
peran  modal  sosial (social capital)   dalam pembentukan masyarakat yang  berbangsa dan berbudaya. Modal sosial menjelaskan adanya sebuah hak hakiki yang dimiliki oleh masyarakat
sebagai cerminan    dalam pembentukan nila-nilai  tersebut. Salah satu dari wujud modal sosial tersebut
adalah  kepercayaan (trust).
Disebutkan bahwa kepercayaan merupakan satu modal yang paling dasar dalam pembentukan ideologi tersebut. Masyarakat yang mempunyai kecenderungan dan terlalu   bersemangat untuk mengadopsi sebuah  nilai-nilai baru yang muncul dari paham yang masuk
saat ini, membuat hidup masyarakat lebih menggantungkan terhadap nilai yang masuk  tersebut, seperti paham globlaisasi dan fundamentalis.
1.2   Rumusan Masalah
1.     
Bagaimanakah Peran Pancasila
sebagai Identitas dan Nilai Luhur Bangsa ?
2.     
Apakah Pancasila sebagai Wujud Modal Sosial Bangsa ?
3.     
Apakah Penyebab Terjadinya Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.   1.   Peran Pancasila Sebagai Identitas Dan Nilai Luhur Bangsa
Pancasila merupakan dasar pembentukan Negara 
Kesatuan  Republik Indonesia (NKRI). Pancasila pun   harus diwariskan kepada 
generasi  muda bangsa Indonesia berikutnya melalui pendidikan.  Setiap bangsa memiliki  kepedulian kepada pewarisan budaya luhur bangsanya.
Oleh karena itu,   perlu ada upaya pewarisan
budaya penting tersebut melalui pendidikan Pancasila yang dilaksanakan dalam pendidikan
formal (sekolah). 
Sebagai dasar  negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat
secara yuridis. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila
sebagai kaidah yuridis-konstitusional pada dasarnya tidak berlaku dan    harus dicabut.  Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar falsafah negara berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara. Hal ini berarti bahwa moral Pancasila telah menjadi 
sumber tertib negara dan sumber tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupan.
Pelaksanaan  Pancasila 
pada  masa reformasi 
cenderung  meredup dan  tidak adanya istilah penggunaan Pancasila sebagai propoganda praktik penyelenggaraan  
pemerintahan. Hal ini terjadi lebih dikarenakan oleh adanya globalisasi yang melanda Indonesia dewasa ini. Masyarakat 
terbius  akan  kenikmatan hedonism yang dibawa oleh paham baruyang masuk sehingga lupa dari mana, dimana, dan untuk siapa sebenarnya mereka hidup. Seakan-akan mereka melupakan bangsanya  sendiri yang dibangun dengan semangat juang yan
gigih dan tanpa memandang perbedaan. 
Dalam Perkembangan masyarakat yang secara kultur, masyarakat lebih
cenderung menggunakan Pancasila sebagai dasar pembentukan dan penggunakan setiap
kegiatan yang mereka lakukan. Peran Pancasila dalam hal ini sebenarnya adalah untuk
menciptakan masyarakat “kerakyatan”, artinya masyarakat Indonesia sebagai warga
negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama. 
Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan
negara dan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban harus seimbang dan tidak memihak ataupun memaksakan kehendak kepada
orang lain. 
Pancasila  disebut sebagai identitas bangsa dimana Pancasila
mampu memberikan satu pertanda atau ciri khas yang melekat dalam tubuh
masyarakat. Hal ini  yang 
mendorong  bagaimana  statement masyarakat mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut. Sebagai contoh nilai keadilan yang bermakna  sangat 
luas  dan  tidak 
memihak terhadap  satu 
golongan  ataupun  individu tertentu. Unsur pembentukan Pancasila berasal dari   bangsa Indonesia sendiri.
Sejarah
Indonesia membuktikan bahwa nilai luhur   bangsa yang  tercipta merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki dan tidak bisa  tertandingi. Pada masa orde baru menginginkan  pemerintahan 
yang  ditandai dengan keinginan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara    murni dan konsekuen.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada masa orde baru dilakukan secara indoktrinatif dan birokratis. Akibatnya, bukan 
nilai-nilai  Pancasila yang meresap
ke dalam kehidupan  masyakat, tetapi kemunafikan
yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai
nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata
sehingga Pancasila  yang  berisi 
nilai-nilai luhur bangsa dan merupakan landasan filosofi untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan  
makmur, bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna
apapun.
Lebih-lebih Pendidikan Pancasila dan UUD 45 yang dilakukan melalui  metode indoktrinasi  dan 
unilateral, yang tidak memungkinkan    
terjadinya perbedaan pendapat, semakin mempertumpul pemahaman   masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila. Cara
melakukan pendidikan     semacam itu, terutama
bagi generasi muda, berakibat fatal. 
Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam pendidikan
yang disebut penataran P4 atau PMP (Pendidikan 
Moral  Pancasila), atau nama sejenisnya,  ternyata 
justru  mematikan  hati nurani generasi muda terhadap makna dari
nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh
karena Pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang  benar. Mereka yang setiap hari berpidato  dengan 
selalu mengucapkan kata-kata
keramat: Pancasila dan UUD 45, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa
kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan.
Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang  buruk 
bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup
bernegara,  karena masyarakat menilai bahwa
aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku
bagi para pemimpin.  Selain itu Pancasila digunakan sebagai asas tunggal bago organisasi masyarakat maupun organisasi politik.
Karena Orde Baru  tidak 
mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah pemerintahan sebelumnya, akhirnya kekuasaan otoritarian Orde Baru pada
akhir1998-an runtuh oleh kekuatan masyarakat. Hal itu  memberikan 
peluang  bagi  bangsa Indonesia untuk membenahi     dirinya, terutama bagaimana belajar lagi  dari sejarah agar Pancasila sebagai ideologi
dan falsafah   negara   benar-benar  
diwujudkan secara  nyata  dalam 
kehidupan  sehari-hari. 
Berakhirnya kekuasaan Orde Baru menandai adanya Pemerintahan Reformasi yang
diharapkan mampu memberikan  koreksi dan
perubahan terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila  dan 
UUD  1945  dalam  praktik
bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan 
pada  masa  Orde 
Baru.  Namun dalam  praktik 
pada  masa  reformasi 
yang terjadi  adalah tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan  fundamentalism.  Hal  inilah  yang 
menandai  bahwa  pada 
masa itulah  masyarakat Indonesia sedang mengalami krisis identitas
bangsa.
2.     2. Pancasila sebagai Wujud
Modal Sosial Bangsa
Modal sosial (social capital)dapat dikatakan sebagai  kelompok   individu  atau grup yang digunakan untuk   merealisasi kepentingan manusia. Kalau mau didefinisikan sebagai satu kata maka  trust (kepercayaan) adalah kata yang bisa mempresentasikan kondisi tersebut (Konioko  dan 
Woller,  1999).  Sedangkan James Coleman sebagaimana yang dikutip oleh Francis Fukuyama
dalam   bukunya Trust: The Social and
Creation of Prosperity (1995) mendefinisikan
modal sosial sebagai kemampuan   masyarakat bekerja sama untuk  mencapai tujuan  bersama 
di  dalam berbagai kelompok
organisasi
Trust(kepercayaan) sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini
dikarenakan kepercayaan bersifat  fundamental. 
Bahkan  dapat dikatakan kualitas relasi sosial terletak pada sejauh mana nilai fundamental itu mendapat perhatian. Ketika sebuah
nilai kepercayaan  itu hilang maka yang timbul adalah perpecahan yang
sifatnya mendarahdaging.  Sangat  jelas 
bahwa  kepercayaan menyentuh  sendi 
kehidupan  yang  paling mendasar dari sisi kemanusiaan baik sebagai  makhluk 
individu  maupun  sebagai makhluk sosial.
Sebagai bahan analisis yang menjadikan kepercayaan
itu   merupakan sebuah faktor utama dari pelaksanaan
Pancasila, sebut saja 4 (empat)   pilar kehidupan
berbangsa. Antara lain Pancasila, UUD NKRI 1945,     Negara Kesatuan  Republik  Indonesia 
(NKRI),  dan Bhineka  Tunggal 
Ika. Empat pilar tersebut ibaratkan sebuah kepercayaan  untuk mewujudkan   kehidupan berbangsa  yang rukun dan tanpa adanya
sebuah keganjalan seperti konflik dan sebagainya. 
Namun sebuah fenomena  dan 
kelangsungan dari perjalanan reformasi memberikan ruang bagi para  masyarakat 
yang  tidak  mengerti akan hal tersebut, sehingga  disini 
rawan terjadinya konflik di dalam 
masyarakat itu sendiri. Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan
konflik yang Sebagian besar disebabkan karena krisis moral dan tidak bisa  mengamalkan  
nila-nilai   yang terkandung    dalam   
ideologi    Pancasila.
Sebagai dasar negara Pancasila mempunyai keunggulan
dalam   mengatur  kehidupan masyarakat Indonesia, yang
mengandung makna saling menghormati, menghargai, menjunjung tinggi kebersamaan,
dan sebagainya justru kenyataannya adalah sebaliknya.  Paham fundamentalisme   yang  
hadir   di   tengah-tengah   kehidupan  
masyarakat   Indonesia yang menyebabkan
semua  itu. Kerusuhan tersebut   menyebabkan berbagai fasilitas umum menjadi rusak
dan identitas  bangsa sebagai negara yang
menjunjung persatuan dan kesatuan sedikit demi 
sedikit  sudah mulai luntur.
Pada 
12  Februari  2010 
lalu,  Forum Komunikasi Kristiani
Jakarta   (FKKJ) mengeluarkan  data, 
yang  menurut  mereka dalam tahun 2007  ada 
100  buah  gereja yang 
diganggu  atau  dipaksa 
untuk  ditutup. Tahun  2008, 
ada  40  buah 
gereja  yang mendapat  gangguan. 
Tahun  2009  sampai
Januari 
2010,  ada  19 
buah  gereja  yang diganggu 
atau  dibakar  di 
Bekasi,  Depok, Parung,  Purwakarta, 
Cianjur,  Tangerang, Jakarta, Temanggung     dan Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
(SumateraUtara).
Menurut data
FKKJ tersebut, selama masa pemerintahan   Presiden  
Soekarno (1945-1966) hanya ada 2
buah gereja yang dibakar.  Pada 
era  pemerintahan  PresidenSoeharto (1966-1998) ada 456 gereja
yangdirusak  atau dibakar.  Pada 
periode  1965-1974, ada 46 buah
gereja yang dirusak atau dibakar. Sedangkan dari tahun 1975 atau masa setelah   di berlakukannya   SKB   2 Menteri tahun 1969 hingga saat lengsernya Soeharto  tahun  1998, 
angka  gereja  yang dirusak  atau  dibakar 
sebanyak  410 buah. Sebenarnya kasus yang terdapat di Bekasi tersebut bukan merupakan kasus
kebebasan beribadat dan beragama ataupun 
yang  berbau    SARA, namun merupakan kasus tempat
beribadat dan persoalan perijinan mendirikan bangunan.
Hilangnya kepercayaan (trust)  sebagai wujud     modal    
sosial     dalam kehidupan masyarakat
merupakan awal munculnya beberapa akibat adanya paham fundamentalis dan kapitalis
di  Indonesia. Adanya   kebutuhan yang mendesak dan ketidakterbatasan
masyarakat  juga   ikut serta dalam mewujudkan sebuah konflik tersebut
terjadi.
3.    3.  Korupsi  sebagai Wujud Krisis Identitas
Bangsa
Adanya krisis identitas bangsa yang terjadi selama beberapa decade menyebabkan mentalitas bangsa menjadi tergerumus dan menurunnya   kepercayaan masyarakat  terhadap nilai-nilai yang terkandung  dalam 
Pancasila. Ketika  krisis kepercayaan  itu terjadi,  pada  masa 
kini masyarakat  hanya 
menjadikan  Pancasila sebagai    “buah   
bibir”    saja   tanpa bisa menghayati dan mengamalkannya  secara utuh.
 Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis    sebagai   
kenyataan    akan    haltersebut.   Sebagai  
contoh   adalah   kasuskorupsi ditengah-tengah
masyarakat.Kecenderungan   tindak   korupsi  
tersebuthanya  memihak  dan 
menguntungkan  satupihak saja,
sedangkan masyarakat sebagaikorban dari korupsi tersebut.
Adanya tindak pidana korupsi disebabkan karena lemahnya
moral individu, di samping  itu, 
lemahnya penegakan  hukum 
dalam menindak lanjuti tindak  pidana korupsi yang semakin merajalela.   Perspektif  
ke   depan Negara Kesatuan Republik
Indonesia  sebagai negara hukum berdasarkan
UUD 1945 yang memiliki dasar negara
Pancasila, sehingga diperlukan  kajian 
tentang  konsepsi  system hukum  di  Indonesia.
Hal ini  dengan  tegas dinyatakan  pada Pembukaan  UUD 
1945 alenia  IV 
dan  pada  Pasal 
2  UU  No. 
10Tahun  2004  disebutkan 
bahwa  Pancasila sebagai   sumber  
segala   sumber   hukum,kedudukan Pancasila sebagai     norma hukum tertinggi  yang  dalam 
tata  hukum global   disebut  
ground norma atau staatfundamental norma mengingat sesuai kenyataan sejarah (legal
history) selama 60 tahun tidak goyah sebagai ideologi  dan dasar negara hukum di Indonesia.
Berdasarkan tesis  Hans Kelsen, pendudukan Pancasila
dalam   UUD   1945 berada  pada  tingkat 
tertinggi. Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai  kaidah  
dasar  yang mempunyai arti sebagai
sumber dari segala sumber hukum 
serta  menjadi  dasar 
bagi berlakunya UUD 1945. 
Perbuatan
korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan   internasional karena telah ditetapkan melalui Konvensi Internasional.    Praktik 
penegakan  hukum  dan 
peradilan yang timpang dengan rasa keadilan masyarakat sebagai wujud terkikisnya  nilai Pancasila  yang  berperan 
sebagai  modal sosial  bangsa, 
contoh  vonis  bebas 
korupsi atau  SP3 
(Surat  Perintah  Pemberhentian Penyidikan)     lebih     banyak   
di     tingkat penyidikan dibandingkan
kasus-kasus pencurian ayam bahkan  sering kali korban penganiayaan  yang 
dihakimi  oleh masa.  Kondisi   seperti ini sangat
bertentangan dengan rasa keadilan sebagai salah satu nilai    ideologi 
yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara  Indonesia dan peran Pancasila sebagai modal sosial.
Ketika kepercayaan (trust) masyarakat mulai meredam terhadap  nilai dan makna Pancasila,  maka  disitulah  titik awal dari  munculnya  krisis 
identitas yang menyebabkan seseorang
melakukan segala cara untuk mendapatkan dan mempertahanlan kekuasaan
dengan tidak menghiraukan  lagi nilai-nilai ideologi yang terkandung dalam Pancasila
itu. Selain krisis  identitas  yang bersifat moralitas dan kekuasaan, muncul kasus   fundamentalis agama  dalam  hal 
tindak  pidana  korupsi. Faktor  pendidikan  dikalangan keagamaan menjadi sangat penting dan strategis dalam membangun  moral, 
mental,  dan  karakter bangsa yang peka dan anti korupsi.
BAB III
PENUTUP
1.3  KESIMPULAN
Berdasarkan  dari 
pemaparan  dananalisis  dari 
berbagai  kasus  diatas, dapat ditarik     sejumlah     kesimpulan     sebagai berikut:
1)     
Pancasila  sebagai  sumber 
dari  segalasumber   hukum  
menurut   UUD 1945mempunyai peran yang sangat  penting dalam kelangsungan  hidup  masyarakat yang berbangsa dan bernegara, disamping itu Pancasila juga  mempunyai peran dalam membentuk identitas dan nilai luhur bangsa. Pancasila mempunyai ciri khas yang yang melekat pada tubuh masyarakat Indonesia.
2)     
Pancasila yang terdapat  pada   salah satu  dari   4  
(empat) pilar   kehidupan berbangsa  dan  bernegara 
merupakan perwujudan modal sosial
(social capital), alasanya   karena  
salah   satu   wujudmodal 
sosial  yaitu trust (kepercayaan) yang membangun jati diri
bangsa Indonesia kepada    sebuah kondisi dimana  mereka 
mempunyai  satu rasa dan senasib   pada  
masa   penjajahan hingga  saat 
ini.  Hal  tersebut 
tertuang dalam Pancasila  sebagai dasar negaradan sebagai sumber dari
segala sumber hukum.     Tanpa    
adanya     Pancasila sebagai modal sosial, maka
perwujudanmenjadi sebuah bangsa yang bebas danbesar   sangat  
kecil   kemungkinannya akan terwujud.
3)     
Beberapa kasus  yang  terjadi 
diIndonesia  sebagai  akibat 
melemahnya identitas bangsa (krisis  identitas) maka timbullah paham kapitalis
dan fundamentalis. Akibatnya
banyak kasus yang terjadi seperti tindak pidana korupsi,   penyalahgunaan   kekuasaan, gerakan  sparatis  agama,   
dan    lainsebagainya yang
meresahkan masyarakat.   Adanya  
konflik   individu
yang  berbaur 
menjadi  sebuah  konflik SARA  (Suku,  Agama, 
Ras,  dan  Antar Golongan) itu yang menandakan melemahnya kepercayaan  masyarakat terhadap  nilai-nilai  ideologi 
Pancasila.Krisis  identitas  yang 
ditandai dengan krisis moral juga ikut adil  dalam melemahnya  kepercayaan sebagai wujud modal sosial.
DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jiip/article/view/1634/1082
https://www.academia.edu/8352416/Pancasila_Sebagai_Identitas_Nasional_Bangsa_Indonesia
 

0 Comments: